Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)

SALAH satu buah dari takwa adalah sikap wara’. Wara’ termasuk di antara akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh seorang Muslim.’ Wara’ pada dasarnya adalah menahan diri dari—sekaligus meninggalkan—perkara-perkara yang haram. Kemudian kata ini digunakan untuk sikap menahan diri dari perkara-perkara yang mubah atau halal (Ibn Abi ad-Dunya’, At-Tawâdhu’ wa al-Khumûl, I/91).

Sifat wara’ yang wajib dimiliki oleh setiap Muslim ini diperintahkan langsung oleh Rasulullah saw. dalam sejumlah sabdanya. Baginda Rasulullah saw., misalnya, pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra., “Jadilah engkau orang yang memiliki sifat wara’, niscaya engkau akan menjadi hamba Allah yang paling banyak beribadah kepada-Nya.” (Ibn Abi ad-Dunya, Al-Warâ’, I/4).

Sayyid bin al-Musayyib menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Batas-batas Islam tercakup oleh empat perkara: wara’, yang merupakan tiang segala urusan agama; syukur saat senang, yang merupakan salah satu kunci surga; sabar saat sedih, yang bisa menyelamatkan dari azab neraka; dan tawaduk, yang merupakan kemuliaan seorang Mukmin.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Al-Warâ’, I/14).

Sifat wara’ bahkan merupakan salah satu tiang agama. Dalam hal ini, Amr bin Qais al-Mala’i menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tiang agama kalian adalah sifat wara’.” (Ibn Abi ad-Dunya, Al-Warâ’, I/15).

Ibn Abbas juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Allah SWT berfirman kepada Nabi Musa as.: Tidaklah bertaqarrub orang-orang yang bertaqarrub kepada Diri-Ku yang setara dengan sikap wara’.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Al-Warâ’, I/18).

Alhasil, sikap wara’ (takut terjatuh ke dalam dosa) dan takut kepada Allah SWT. Itulah takwa yang sesungguhnya.

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah.