Oleh : Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)
SUATU siang. Di persimpangan jalan yang tak terlalu besar. Seorang pengendara Pajero Sport keluaran terbaru membuka sedikit kaca jendela mobilnya. Sambil berbelok memutar kendaraannya yang cukup mewah itu, ia mengeluarkan tangan kanannya dari balik jendela kaca depan kendaraannya. Di telapak tangannya ada uang Rp 50 ribu. Berdiri tak jauh di situ seorang lelaki paruh baya yang sedang membantu mengatur lalu lintas kendaraan. Sambil memberi aba-aba dengan tangannya kepada para pengendara lain yang lewat, dengan sigap ia menyambar uang di tangan pengendara Pajero Sport tersebut sembari sedikit membungkukkan badannya penuh hormat. Seketika uang itu berpindah tangan. Lelaki itu, sebutlah Pak Ogah. Sehari-hari ia memang berprofesi sebagai “pengatur lalu-lintas” dipersimpangan jalan itu.
Dengan kondisi jalanan yang tidak terlalu ramai, sehari paling banter ia biasa membawa pulang Rp 15-20 ribu. Tentu tak cukup untuk menafkahi istri dan keempat anaknya. Itu pun setelah ia “bekerja” dari pagi sampai sore. Pasalnya, rata-rata pengendara mobil cuma memberi dia Rp 1 ribu atau Rp 2 ribu. Kadang-kadang cuma Rp 500. Bahkan banyak pula yang tidak memberi sepeser pun. Kecuali jika sedang benar-benar mujur. Seperti barusan. Ia mendapatkan Rp 50 ribu. Tapi itu sangat jarang sekali.
Namun demikian, berapa pun yang ia dapat, ia selalu bersedekah minimal Rp 2 ribu – Rp 5 ribu setiap hari kepada seorang wanita tua, yang sehari-hari mengemis di seberang jalan. Tak jauh dari
persimpangan jalan itu.
Adakah yang istimewa dari kisah di atas? Tak ada. Kecuali sedekah pemilik Pajero Sport senilai Rp 50 ribu yang terlihat besar untuk diberikan kepada seorang Pak Ogah. Sangat jauh dengan sedekah Pak Ogah yang cuma Rp 2 ribu – Rp 5 ribu kepada pengemis wanita tua itu. Begitu mungkin anggapan kebanyakan kita.
Padahal sejatinya anggapan itu salah. Sedekah Pak Ogah sesungguhnya jauh lebih besar dari sedekah pemilik mobil mewah tersebut. Kok bisa?
Agar paham, mari kita simak sabda Nabi saw. berikut:
سَبَقَ دِرْهَم مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَم : رَجُلٌ لَهُ دِرْهَمَانِ أَخَذَ أَحَدَهُمَا فَتَصَدَّقَ بِهِ، وَ رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيرٌ فَأَخَذَ مِنْ عِرْضِهِ مِائَةُ أَلْفِ دِرْهَم فَتَصَدَّقَ بِهَا
Satu dirham telah mengungguli 100 ribu dirham: Seseorang memiliki dua dirham. Lalu ia mengambil salah satunya dan menyedekahkannya. Seseorang yang lain memiliki harta berlimpah (kaya-raya). Lalu ia mengambil 100 ribu dirham dari kekayaannya itu dan menyedekahkannya (HR an-Nasa’i).
Maknanya, satu dirham yang disedekahkan oleh seseorang yang miskin jauh lebih besar nilainya dari 100 dirham yang disedekahkan oleh orang yang kaya-raya. Satu dirham saat ini kira-kira setara dengan Rp 50 ribu. Berarti 100 ribu dirham sama dengan Rp 5 miliar. Artinya, menurut Rasulullah saw., keutamaan sedekah Rp 50 ribu dari orang miskin (katakanlah yang punya uang cuma 100 ribu rupiah saat bersedekah) bisa mengalahkan keutamaan sedekah Rp 5 miliar dari orang kaya-raya (katakanlah yang punya harta ratusan miliar rupiah saat bersedekah) (Lihat: Ibn Rajab, Fath al-Baari, I/125).
Alhasil, jangan dulu bangga saat kita bersedekah dengan nominal yang besar, sementara sisa harta kita masih sangat berlimpah. Sebaliknya, jangan menganggap remeh orang yang bersedekah dengan nominal yang kecil. Sebabnya, boleh jadi itu merupakan setengah dari hartanya yang dia punya.
Wa maa tawfiiqii ilaa bilLaah. []
=======================================
Yuk Gabung Channel ⤵
Whatsapp : https://s.id/ariefbiskandar
Telegram : https://t.me/ariefbiskandar
➡ Website Resmi:https://ariefbiskandar.com/
Yuk Beramal Jariyah ⤵:
berbagi.link/amaljariyah
Raihlah Pahala Jariyah dengan menyebarkan konten Dakwah ini sebagai bentuk partisipasi & dukungan anda untuk Dakwah Islam.