Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)

Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: Hidupmu sebelum datang kematian kepadamu; waktu luangmu sebelum datang masa sibukmu; kecukupanmu sebelum datang masa kefakiran kepadamu; masa mudamu sebelum tiba masa tuamu; sehatmu sebelum datang saat sakitmu (HR Ibn Abi Syaibah, al-Hakim dan al-Baihaqi).

Hatim al-Asham berkata, “Ada empat perkara yang tidak diketahui nilainya kecuali dalam empat keadaan: Masa muda tidak akan diketahui nilainya kecuali saat menjadi tua. Kelapangan tidak akan diketahui nilainya kecuali saat ditimpa bencana (kesempitan). Nikmat sehat tidak akan diketahui nilainya kecuali saat sakit. Hidup tidak akan diketahui nilainya kecuali saat mati.” (An-Nawawi, Nasha’ih al-‘Ibad, hlm. 28).

Terkait masa muda, tentu kita banyak menemukan, lebih banyak orang muda yang menghabiskan masa mudanya dengan bersenang-senang dan berleha-leha, bahkan tak sedikit yang doyan berpesta-pora serta melakukan hal yang sia-sia dan dilarang agama. Sebaliknya, sangat sedikit orang muda yang menghabiskan masa mudanya untuk bersungguh-sungguh menuntut ilmu, misalnya, atau beribadah dan ber-taqarrub kepada Allah SWT serta melakukan amal-amal yang bermanfaat. Saat tiba waktunya mereka menjadi tua, sering mereka baru menyadari betapa berharganya masa muda itu jika saja diisi dengan hal-hal yang berguna. Tak sedikit yang bahkan berandai-andai untuk kembali ke masa muda.

Lalu terkait kelapangan—baik kelapangan harta, waktu atau yang lain—sering hal itu terabaikan dan tersia-siakan, tak banyak disyukuri sebagai sebuah kenikmatan sehingga sedikit dimanfaatkan untuk kebaikan. Saat tiba ditimpa kesempitan atau kesulitan hidup, barulah banyak orang terasadarkan betapa bernilainya kelapangan itu.

Kemudian terkait nikmat sehat, kebanyakan orang memang seolah tidak memandang berharga nikmat sehat itu. Karena itu, mereka pun jarang bersyukur atas nikmat sehat tersebut. Saat sehat mereka bukan melakukan ketaatan kepada Allah SWT, tetapi malah banyak bermaksiat. Saat tiba masa sakit, barulah mereka menyadari betapa berharganya nikmat sehat itu. Karena itu, bagi yang punya banyak uang, mereka akan bersedia membayar berapa pun untuk mengembalikan nikmat sehatnya. Sayangnya, saat kembali sehat, kembali pula mereka kufur nikmat; kembali bermaksiat dan tetap enggan taat.

Terakhir adalah nikmat hidup. Banyak manusia yang hidup hari ini melupakan hakikat nikmat kehidupan dunia yang bersifat sementara. Karena itu, banyak manusia yang dalam kehidupannya di dunia lalai dan terlena. Ia banyak dikendalikan oleh dunia sehingga hidupnya dihabiskan untuk mencari dunia. Sebaliknya, mereka lupa, bahwa akhiratlah kehidupan yang abadi dan kehidupan yang sebenarnya. Di sanalah ujung nasib manusia, apakah masuk surga atau menjadi penghuni neraka. Yang masuk surga tentu bakal bahagia. Yang menjadi penghuni neraka tentu akan sengsara. Pada saat itulah manusia yang mengalami kesengsaraan di akhirat akan menyesal dengan penyesalan yang dalam. Mahabenar Allah Yang berfirman: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kalian tentang azab yang dekat, yakni pada hari saat manusia melihat balasan atas apa yang dia perbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir saat itu berkata, “Alangkah baiknya seandainya dulu aku menjadi tanah saja.” (QS an-Naba’ [78]: 40).

Allah SWT pun berfirman: Pada hari itu diperlihatkan Neraka Jahanam. Pada hari itu sadarlah manusia, tetapi kesadarannya itu tidaklah berguna lagi bagi dirinya. Manusia berkata, “Alangkah baiknya seandainya dulu aku melakukan kebajikan untuk hidupku.(QS al-Fajr [89]: 23-24).

Barangkali, inilah makna yang dimaksud oleh ungkapan Imam Ali ra., “Manusia itu semuanya tidur. Jika mereka mati, mereka terjaga.” (Al-Alusi, Tafsir Al-Alusi, XX/295).

Dengan kata lain, saat di dunia, kebanyakan manusia itu tidak menyadari hakikat kehidupannya. Saat meninggal dunia, barulah mereka menyadari betapa dunia ini fana, dan akhiratlah akhir dari segala. Pada saat itulah, manusia benar-benar akan menyesal. Pelaku kebaikan akan menyesal, mengapa di dunia ia tidak lebih banyak lagi melakukan kebaikan. Pelaku kejahatan apalagi, dia akan amat menyesal, mengapa saat di dunia ia tidak berhenti melakukan kejahatan sejak awal.

Karena itu, di sinilah pentingnya kita merenungkan kembali sabda Baginda Rasulullah saw., “Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: Hidupmu sebelum datang kematian kepadamu; waktu luangmu sebelum datang masa sibukmu; kecukupanmu sebelum datang masa kefakiran kepadamu; masa mudamu sebelum tiba masa tuamu; sehatmu sebelum datang saat sakitmu.” (HR Ibn Abi Syaibah, al-Hakim dan al-Baihaqi).

Tentu, hanya dengan memanfaatkan seluruh kesempatan di atas—kesempatan hidup, waktu luang, kecukupan, masa muda dan kesehatan—sebaik mungkin sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya, kita akan terhindar dari segala penyesalan, di dunia maupun di akhirat. Wa ma tawfiqi illa bilLah. []

=======================================

Yuk Gabung Channel ⤵
Whatsapp : https://s.id/ariefbiskandar
Telegram : https://t.me/ariefbiskandar

➡ Website Resmi:https://ariefbiskandar.com/

Yuk Beramal Jariyah ⤵:
https://darunnahdhah.or.id/donasi/

Raihlah Pahala Jariyah dengan menyebarkan konten Dakwah ini sebagai bentuk partisipasi & dukungan anda untuk Dakwah Islam.