Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)

MASIH tentang Imam Abdullah Ibnu al-Mubarak rahimahulLaah. Seorang ulama besar dan terkemuka pada zamannya. Bahkan hingga saat ini. Kali ini tentang kedermawanannya yang luar biasa sepanjang hidupnya.

Imam Abdullah bin al-Mubarak, misalnya, biasa berinfak untuk fakir miskin sebanyak 100 ribu dirham (sekitar Rp 10 miliar saat ini) pertahun. Itu yang rutin beliau lakukan. Di luar itu beliau tetap banyak bersedekah.

Pernah datang, misalnya, seorang laki-laki meminta bantuan keuangan untuk membayar utangnya. Imam Ibnu al-Mubarak lalu menulis surat kepada bendaharanya. Tatkala surat tersebut sampai kepada sang bendahara, dia bertanya kepada orang itu, “Berapa sebenarnya jumlah utang yang engkau minta untuk dilunasi?” 

Orang itu menjawab, “Tujuh ratus dirham (sekitar Rp 70 juta).” 

Ternyata Imam Ibnu al-Mubarak telah menulis kepada bendaharanya itu agar memberi orang tersebut uang sebanyak 7.000 dirham (sekitar Rp 700 juta). Artinya, beliau memberikan uang 10 kali lipat daripada yang dibutuhkan atau yang diminta oleh orang tersebut. (Lihat: Adz-Dzahabi, Siyar A’laam an-Nubalaa, 4/256).

Dikisahkan pula, saat datang musim haji, ratusan jamaahnya dari kaum Muslim penduduk Marwa datang menemui beliau. Mereka ingin berhaji bersama–sekaligus dipimpin dan dibimbing oleh oleh–beliau. Mereka lalu memberikan uang untuk biaya ibadah haji tersebut kepada beliau. 

Singkat cerita, tibalah saat mereka berangkat ke Baitullah. Mereka berangkat dari Marwa ke Baghdad. Terus menuju Madinah. Selanjutnya bertolak ke Makkah. Di sepanjang perjalanan ibadah haji, Imam Ibnu al-Mubarak memenuhi segala kebutuhan mereka dengan pelayanan terbaik. 

Setibanya kembali dari ibadah haji. Mereka pulang kembali kampung halaman mereka,  Marwa. Imam Ibnu al-Mubarak lalu merenovasi rumah-rumah mereka. Kemudian tiga hari setelah pelaksanaan haji tersebut, beliau mengundang mereka untuk makan bersama di rumah beliau. Mereka juga diberi pakaian yang bagus-bagus. 

Setelah mereka selesai makan dengan lahap dan merasa senang, Imam Ibnu al-Mubarak mengambil kotak tempat penyimpanan uang untuk biaya haji mereka. Semua uang itu dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing. Artinya, seluruh biaya perjalanan haji mereka selama ini ditanggung sepenuhnya oleh Imam Ibnu al-Mubarak. Tak sepeser pun menggunakan uang mereka (Lihat: Al-Mizzi, Tahdziib al-Kamaal, 16/21).

Demikianlah. Apa yang dilakukan oleh Imam Ibnu al-Mubarak di atas sejatinya cukup menjadi teladan bagi kita dalam bersedekah. Beliau bersedekah dengan harta terbaik. Bukan dengan harta alakadarnya. 

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib. []