Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)
Wahai orang-orang yang beriman, maukah kepada kalian Aku tunjukkan suatu perniagaan yang bisa menyelamatkan kalian dari azab yang amat pedih? (Yaitu) kalian mengimani Allah dan Rasul-Nya serta berjihad dengan jiwa dan harta kalian… (TQS ash-Shaff [61]: 10).
Baginda Nabi saw. bersabda, “Haji mabrur itu, tidak ada balasan yang pantas untuknya, kecuali surga (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).
Namun, tak hanya haji mabrur, surga juga bisa diraih dengan amalan lain: jihad fi sabilillah.
Baginda Nabi saw. pernah ditanya, “Amalan apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” “Lalu apa lagi?” “Jihad fi sabilillah?” “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur,” jawab Baginda Nabi saw. (HR Muslim).
Melalui hadis ini, Baginda Nabi saw. bahkan menempatkan amalan jihad lebih tinggi di atas amalan haji mabrur. Jadi, jika haji mabrur saja bisa memasukkan pelakunya ke dalam surga, maka jihad pasti juga akan memasukkan pelakunya ke dalam surga, yang tingkatannya lebih tinggi lagi.
Terkait dengan jihad ini, Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, maukah kepada kalian Aku tunjukkan suatu perniagaan yang bisa menyelamatkan kalian dari azab yang amat pedih? (Yaitu) kalian mengimani Allah dan Rasul-Nya serta berjihad dengan jiwa dan harta kalian... (TQS ash-Shaff [61]: 10).
Allah SWT juga berfirman: Sungguh, Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin jiwa dan harta mereka dengan bayaran surga. Mereka berjihad di jalan Allah, lalu mereka membunuh (orang-orang kafir) atau terbunuh (oleh mereka)… (TQS at-Taubah [9]: 111).
Mengomentari ayat ini, di dalam tafsirnya, Shafwah at-Tafasir, Imam Ali ash-Shabuni mengutip pernyataan Imam al-Hasan, “Perhatikanlah, betapa mulianya Allah SWT! Jiwa manusia, Allahlah yang telah menciptakannya. Harta manusia, Allahlah yang menurunkannya sebagai rezeki, lalu memberikannya kepada manusia. Namun kemudian, Allah mau membeli semua itu dari orang-orang Mukmin dengan harga yang supermahal: surga!”
Pertanyaan kita, adakah bisnis di dunia ini—meski berpotensi mendatangkan keuntungan miliaran/triliunan rupiah—yang bisa membebaskan pelakunya dari azab Allah SWT sekaligus memasukkannya ke dalam surga-Nya? Tidak ada. Padahal bukankah demi mendapatkan surga-Nya dan terhindar dari neraka-Nya setiap Mukmin beramal? Lalu mengapa jika terhadap bisnis yang sekadar menjanjikan keuntungan duniawi (betapapun jumlahnya miliaran/triliunan rupiah) kebanyakan mereka begitu antusias, tetapi untuk bisnis/perniagaan yang bakal mendatangkan keuntungan yang jauh lebih besar (yang bahkan tidak bisa dihargai dengan uang triliunan) kebanyakan mereka cenderung tidak berminat? Padahal bukankah surga itu yang menjadi akhir/puncak harapan setiap Mukmin, termasuk para pebisnis?
Ya, amalan jihad, sebagaimana amalan haji, sama-sama bisa mendatangkan surga. Namun anehnya, amalan jihad justru jarang peminatnya dibandingkan dengan amalan haji.
Mungkin ada yang bertanya, bagaimana seorang Muslim bisa melakukan jihad di zaman sekarang jika jihad secara syar’i dipahami sebagai memer angi orang-orang kafir di jalan Allah? Dalam hal ini, para ulama membagi jihad menjadi dua. Pertama: jihad dalam rangka mempertahankan diri saat wilayah/negeri kaum Muslim diserang musuh yang notabene orang-orang kafir. Inilah bentuk jihad difa’i. Ini seperti yang terjadi di Irak, Afganistan atau Palestina yang terus diserang bahkan dijajah oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Jelas, kaum Muslim di negeri-negeri tersebut berkesempatan mendapatkan surga yang Allah SWT janjikan saat mereka melakukan jihad melawan musuh. Mudah- mudahan saudara-saudara kita yang terbunuh di sana sebagai syahid benar-benar masuk surga tanpa hisab, sebagaimana yang telah Allah janjikan kepada para syuhada.
Kedua: jihad yang inisiatif awalnya datang dari kaum Muslim. Ini dilakukan sebagai langkah terakhir dalam penyebarluasan hidayah Islam saat dakwah menghadapi tembok penghalang, yakni orang-orang atau negara-negara kafir. Inilah jihad hujumi. Jihad ini hanya bisa dilakukan oleh kaum Muslim di bawah komando seorang imam/khalifah, yakni saat adanya institusi Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam. []
=======================================
Yuk Gabung Channel
Whatsapp : https://s.id/ariefbiskandar
Telegram : https://t.me/ariefbiskandar
Website Resmi:https://ariefbiskandar.com/
Yuk Download Ebook Gratis : https://lynk.id/uabi
Raihlah Pahala Jariyah dengan menyebarkan konten Dakwah ini sebagai bentuk partisipasi & dukungan anda untuk Dakwah Islam.