Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor).

MUHAMMAD bin Sirin rahimahulLah adalah seorang ulama yang sangat faqih, alim, wara’, berakhlak tinggi dan memiliki banyak hadis yang dipersaksikan oleh para ahlul ilmi dan kemuliaan.” (Adz-Dzahabi, Siyar Alam an-Nubala, 4/601).

Al-Khathib al-Baghdadi juga berkomentar, “Muhammad bin Sirin adalah seorang ulama yang dikenal kewaraannya pada zamannya.” (Al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, 5/300).

Karena sikap wara’-nya, ulama yang lahir di Bashrah tahun 33H ini pernah hendak diberi uang oleh Gubernur Irak saat itu sebesar 40 ribu dirham (sekitar Rp 2 miliar). Namun, Ibn Sirin menolak. Keponakannya merasa heran, mengapa ia harus menolak pemberian itu. Ia mengingatkan keponakannya seraya berkata, “Ketahuilah, dia memberi aku hadiah karena dia menyangka aku ini orang baik. Kalau aku baik maka aku tidak pantas untuk menerima uang itu. Sebaliknya, jika aku tidak sebaik yang ia sangka, lebih tidak pantas lagi aku mengambil hadiah itu.” (Dr. Abdurrahman Raat Basya, Shuwar min Hayati at-Tabiin).

Dalam keseharian, Muhammad bin Sirin membagi waktunya untuk melakukan tiga aktivitas: beribadah, mencari ilmu dan berdagang. 

Sebelum subuh sampai waktu dhuha ia berada di Masjid al-Basrah. Di sana ia belajar dan mengajar berbagai pengetahuan Islam. Setelah dhuha hingga sore hari ia berdagang di pasar. Ketika berdagang ia selalu menghidupkan suasana ibadah dengan senantiasa melakukan zikir dan amar makruf nahi munkar. Malam harinya ia khususkan untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah SWT.

Dalam menggeluti dunia perdagangan, ia sangat berhati-hati sekali. Ia khawatir kalau-kalau terjebak ke dalam masalah yang haram.

Suatu ketika, ada seseorang menagih hutang kepadanya sebanyak dua dirham. Ia sendiri tidak merasa berhutang. Orang tersebut tetap bersikukuh dengan tuduhannya. Dengan penuh paksa, ia meminta Muhammad bin Sirin untuk melakukan sumpah. 

Ketika ia hendak bersumpah, banyak orang yang merasa heran mengapa ia menuruti kemauan si penuduh itu. Salah seorang rekan Muhammad bin Sirin bertanya, “Syaikh, mengapa Anda mau bersumpah hanya untuk masalah sepele, dua keping dirham, padahal baru saja kemarin Anda telah merelakan 30 ribu dirham (sekitar Rp 2,25 miliar) untuk diinfakkan kepada orang lain.”

Lantas Muhammad bin Sirin menjawab, “Iya, saya bersumpah karena saya tahu bahwa orang itu memang telah berdusta. Jika saya tidak bersumpah, berarti ia akan memakan barang yang haram.”

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib. []