Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)

Allah SWT berfirman:

Telah nyata kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia, yang dengan itu  Allah bermaksud menimpakan kepada mereka sebagian akibat ulah mereka, agar mereka kembali (kepada al-Quran). (TQS ar-Rum (30): [41]).

Di negeri ini bencana sudah sering menimpa. Musibah sudah tak terghitung jumlahnya. Banjir, tsunami dan gempa bumi sudah sering terjadi. Gunung meletus, tanah longsor dan likuifasi sudah pernah kita alami. 

Sebagian memang karena faktor alam. Misalnya gunung meletus, gempa bumi dan tsunami. Ini adalah bagian dari qadha’ Allah SWT. Tak bisa dielakan. Harus diterima dengan penuh kesabaran dan kepasrahan. 

Namun, sebagian lagi adalah akibat ulah manusia. Misalnya banjir atau tanah longsor. Yang terakhir ini bisa diakibatkan antara lain oleh penggundulan hutan yang semena-mena. Tak mempedulikan tuntunan syariah dalam pengelolaan alam. Karena itu musibah semacam ini sebetulnya bisa dihindari.  

Sejatinya semua bencana/musibah adalah peringatan dari Allah SWT. Semua itu harusnya cukup menjadikan manusia kembali kepada-Nya. Alias kembali pada al-Quran. Itulah yang Allah SWT inginkan, sebagaimana firman-Nya di atas. 

Namun, karena manusia tak mau segera kembali kepada Allah SWT, kembali pada al-Quran, boleh jadi Dia akan menurunkan bencana yang lebih besar dan lebih dahsyat. Na’uudzu bilLaah min dzaalik

Pertanyaannya: Setelah Allah SWT menurunkan ragam musibah atau bencana, masih belum tibakah saatnya kita untuk segera kembali kepada Allah SWT, kembali pada al-Quran? Masihkah kita enggan untuk mengamalkan dan menerapkan al-Quran dalam seluruh aspek kehidupan? Ataukah kita perlu menunggu Allah SWT menurunkan lagi bencana yang jauh lebih besar dan lebih dashyat? Tentu tidak! 

Alhasil, yuk, jadikah segenap musibah atau bencana sebagai momentum bagi kita untuk kembali pada al-Quran.

Wa maa tawfiiqii ilLaa bilLaah.